Pontianak, Batasborneo.com — Aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) yang terus merajalela di sepanjang aliran Sungai Kapuas, dari Kabupaten Sanggau hingga Kapuas Hulu, kini menimbulkan kerusakan lingkungan yang kian parah. Ironisnya, keberadaan Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Kalimantan Barat yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan perairan, justru dinilai tidak berfungsi alias mandul dalam menegakkan hukum di wilayah perairan terpanjang di Kalimantan tersebut.
Kerusakan parah terlihat di sejumlah titik sungai. Air Sungai Kapuas yang dulunya jernih kini berubah keruh kecokelatan, bahkan di beberapa lokasi dipenuhi endapan lumpur akibat aktivitas tambang ilegal. Akibatnya, ekosistem perairan dan habitat alami ikan serta biota sungai hampir punah.
Menurut keterangan sejumlah warga di kawasan perairan Kapuas Hulu, setiap hari puluhan ponton tambang emas ilegal beroperasi tanpa rasa takut. “Sudah bertahun-tahun begitu, tapi tak ada tindakan tegas. Polairud seperti tutup mata,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (26/10/2025).
Fakta di lapangan memperlihatkan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan oleh aparat, khususnya Polairud. Padahal, tanggung jawab menjaga kelestarian sungai dan mencegah aktivitas tambang liar merupakan tugas utama mereka. “Kalau Polairud benar-benar berfungsi, seharusnya kapal-kapal tambang liar itu sudah ditindak. Tapi kenyataannya mereka tetap bebas beroperasi,” tambah warga lainnya dengan nada geram.
Kerusakan lingkungan akibat PETI di Sungai Kapuas tidak hanya berdampak pada kehidupan biota air, tetapi juga mengancam kualitas air yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Beberapa penelitian lokal menyebutkan kandungan merkuri di air Sungai Kapuas telah meningkat tajam, membahayakan kesehatan manusia dan hewan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada langkah konkret dari Polairud Polda Kalbar untuk menertibkan aktivitas tambang emas tanpa izin tersebut. Publik pun mendesak agar Kapolda Kalimantan Barat segera mengevaluasi kinerja jajaran Polairud, yang dianggap gagal menjaga kelestarian Sungai Kapuas — urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat.(Tim)
